Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Samudera Pasai
Pedagang Persia, Gujarat, dan Arab pada awal abad
ke-12 membawa ajaran Islam aliran Syiah ke pantai Timur Sumatera, terutama di
negera Perlak dan Pasai. Saat itu aliran Syiah berkembang di Persia dan
Hindustan apalagi Dinasti Fatimiah sebagai penganut Islam aliran Syiah sedang
berkuasa di Mesir.
Mereka berdagang dan menetap di muara Sungai Perlak
dan muara Sungai Pasai mendirikan sebuah kesultanan. Dinasti Fatimiah runtuh
tahun 1268 dan digantikan Dinasti Mamluk yang beraliran Syafi’i, mereka menumpas orang-orang Syiah di Mesir, begitu pula di
pantai Timur Sumatera.
Utusan Mamluk yang bernama Syekh Ismail mengangkat Marah Silu menjadi sultan di Pasai,
dengan gelar Sultan Malikul Saleh. Marah Silu yang semula menganut aliran Syiah berubah
menjadi aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya yang
bernama Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah.
Saat Majapahit melakukan perluasan imperium ke seluruh Nusantara, Pasai berada
di bawah kekuasaan Majapahit.
Berikut ini adalah urutan para raja yang memerintah
di Samudera Pasai, yakni:
(a) Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh).
(b) Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326.
(c) Sultan Muhammad, wafat tahun 1354.
(d) Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik
Jamaluddin, meninggal tahun 1383.
(e) Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405.
(f) Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan
ini meninggal pada tahun 1428.
Adanya Samudera Pasai ini diperkuat oleh catatan Ibnu Batutah, sejarawan dari Maroko. Kronik dari orang-orang
Cina pun membuktikan hal ini. Menurut Ibnu Batutah, Samudera Pasai merupakan
pusat studi Islam. Ia berkunjung ke kerajaan ini pada tahun 1345-1346. Ibnu
Batutah menyebutnya sebagai “Sumutrah”, ejaannya
untuk nama Samudera, yang kemudian menjadi Sumatera.
Ketika singgah di pelabuhan Pasai, Batutah dijemput
oleh laksamana muda dari Pasai bernama Bohruz. Lalu laksmana tersebut
memberitakan kedatangan Batutah kepada Raja. Ia diundang ke Istana dan bertemu
dengan Sultan Muhammad, cucu Malik as-Saleh. Batutah singgah sebentar di
Samudera Pasai dari Delhi, India, untuk melanjutkan pelayarannya ke Cina.
Sultan Pasai ini diberitakan melakukan hubungan
dengan Sultan Mahmud di Delhi dan Kesultanan Usmani Ottoman. Diberitakan pula,
bahwa terdapat pegawai yang berasal dari Isfahan (Kerajaan Safawi) yang
mengabdi di istana Pasai. Oleh karena itu, karya sastra dari Persia begitu
populer di Samudera Pasai ini. Untuk selanjutnya, bentuk sastra Persia ini
berpengaruh terhadap bentuk kesusastraan Melayu kemudian hari.
Berdasarkan catatan Batutah, Islam telah ada di
Samudera Pasai sejak seabad yang lalu, jadi sekitar abad ke-12 M. Raja dan rakyat
Samudera Pasai mengikuti Mazhab Syafei. Setelah setahun di Pasai, Batutah
segera melanjutkan pelayarannya ke Cina, dan kembali ke Samudera Pasai lagi
pada tahun 1347.
Bukti lain dari keberadaan Pasai adalah ditemukannya
mata uang dirham sebagai alat-tukar dagang. Pada mata uang ini tertulis nama
para sultan yang memerintah Kerajaan. Nama-nama sultan(memerintah dari abad
ke-14 hingga 15) yang tercetak pada mata uang tersebut di antaranya: Sultan
Alauddin, Mansur Malik Zahir, Abu Zaid Malik Zahir, Muhammad Malik Zahir, Ahmad
Malik Zahir, dan Abdullah Malik Zahir.
Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan
Selat Malaka dan berhasil menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541.
Selanjutnya wilayah Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah
Sultan Ali Mughayat.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Samudera
Pasai
a. Kehidupan
Ekonomi
Menurunnya peranan kerajaan Sriwijaya di Selat
Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan
Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka berkembang pesat. Banyak
pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di Pidie, Perlak
dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai berada di bawah kendali
Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi keleluasan untuk tetap
menguasai perdagangan di Selat Malaka.
Belakangan diketahui bahwa sebagian wilayah dari
kerajaan Majapahit sudah memeluk agama Islam. Awal abad 15 M, Samudera Pasai
mengirim utusan untuk membayar upeti kepada Cina dengan tujuan mempererat hubungan
diplomatik dan mengamankan diri dari serangan kerajaan Siam dari Muangthai.
Pada masa kekuasaan Samudera Pasai, uang dirham sudah dipakai sebagai alat
tukar menukar, di salah satu sisi uang tertulis kalimat Sultan yang Adil. Selama kerajaan-kerajaan Islam berkuasa di Indonesia,
telah banyak terjadi perlawanan yang dilakukan oleh pihak kerajaan setempat
atau “pemberontak” yang tak setuju kaum penjajah Eropa campur tangan terhadap
urusan dalam negeri
Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di
tengah jalur perdagangan India, Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat
berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim, Pasai menggantungkan
perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Letaknya yang strategis di
Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang
di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan
kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati
wilayah perairannya.
Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai tahun 1404, meskipun kejayaan Kerajaan
Samudera Pasai mulai redup seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun
negeri Pasai ini masih cukup makmur. Ma Huan ini seorang musafir yang mengikuti
pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara
(termasuk ke Jawa).
Ma Huan memberitakan bahwa kota Pasai ditidaklah bertembok.
Tanah dataran rendahnya tidak begitu subur. Pada hanya ditanam di tanah kering
dua kali dalam setahun. Lada, salah satu hasil rempah-rempah yang banyak
diminati pedagang asing, ditanam di ladang-ladang di daerah gunung.
Berita mengenai Samudera Pasai juga didapat dari
Tome Pires, penjelajah dari Portugis, yang berada di Malaka pada tahun 1513.
Tome Pires menyebutkan bahwa negeri Pasai itu kaya dan berpenduduk cukup
banyak. Di Pasai, ia banyak menjumpai pedagang dari Rumi (Turki), Arab, Persia,
Gujarat, Tamil.
Melayu, Siam (Thailand), dan Jawa. Begitu pentingnya
keberadaan Samudera Pasai sebagai salah satu pusat perdagangan, tak
mengherankan bila ibukotanya yang bernama Samudera menjadi nama pulau secara
keseluruhan, yaitu Sumatera.
b. Kehidupan
Agama
Samudera Pasai adalah dua kerajaan kembar yakni
Samudera dan Pasai, kedua-duanya merupakan kerajaan yang berdekatan. Saat Nazimuddin al-Kamil (laksamana asal Mesir) menetap di Pasai, kedua
kerajaan tersebut dipersatukan dan pemerintahan diatur menggunakan nilai-nilai
Islam. Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pesisir sehingga pengaruhnya
hanya berada di bagian Timur Sumatera.
Samudera Pasai berjasa menyebarkan agama Islam ke
seluruh pelosok di Sumatera, bahkan menjadi pusat penyebaran agama. Selain
banyaknya orang Arab menetap dan banyak ditemui persamaan dengan kebudayaan
Arab, atas jasa-jasanya menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara
wilayah itu dinamakan Serambi Mekah.
0 komentar:
Post a Comment