Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Kediri
Sepeninggal Airlangga, Medang Kamulan dibagi dua.
Kediri diperintah Samara Wijaya, Jenggala diperintah Panji Garasakan. Tidak banyak informasi mengenai pemerintahan
Samarawijaya. Data sejarah menyebutkan raja yang berikutnya bernama Sri Bameswara. Raja ini banyak meninggalkan prasasti. Namun, tidak
banyak informasi dari prasasti-prasasti tersebut kecuali perihal kehidupan
keagamaan saja.
Pada perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan
tersebut tidak dapat hidup berdampingan secara damai. Terjadilah perang saudara
yang berlangsung hingga 1052. Semula Jenggala menang, namun Jenggala berhasil
ditaklukkan oleh Samarawijaya raja Kediri. Dengan demikian, Kediri berhak
memimpin kekuasaan. Pengganti Bameswara adalah Jayabaya. Di bawah pemerintahahnya, Kediri berhasil menguasai kembali
Janggala yang sempat memberontak kembali karena ingin memisahkan diri.
Keberhasilannya ini mengingatkan orang pada keberhasilan Airlangga
mempersatukan Medang Kamulan yang sempat tercerai berai. Itulah sebabnya
Jayabaya dianggap sama dengan Airlangga yang juga dianggap sebagai penjelmaan
Dewa Wisnu dan mengenakan lencana narasingha.
Jayabaya, bergelar Sri Maharaja Sri Warmeswara, memerintah Kediri cukup lama, dari 1057-1079 Saka atau 1135- 1157
M. Raja selanjutya adalah Sarweswara (1160−1170), Aryeswara (1170−1180), Sri Gandra (1180−1190), Sringga Kameswara (1190−1200), dan Kertajaya (1200−1222). Raja Kediri umumnya
dibantu oleh 4 orang menteri, 300 orang pegawai administrasi, dan 1.000 orang
sebagai pegawai yang mengurus perbendaharaan keuangan, pertahahan, dan
administrasi. Untuk menjaga keamanan, diangkat pula para panglima dengan
prajurit berjumlah 30.000 orang.
Di bawah pemerintahan Jayabaya, Kediri mencapai
puncak kejayaannya. Jayabaya dikenal sebagai raja yang besar dan bijaksana. Ia
juga dikenal sebagai pujangga. Karya Jayabaya yang hingga kini sangat dikenal
adalah Jangka Jayabaya, yang berisi ramalan Jayabaya tentang masa depan
Jawa dan datangnya sang Ratu Adil yang akan menghantarkan rakyat Jawa pada masa
keemasannya kembali.
Raja terakhir Kediri adalah Kertajaya. Kekuasaan
Kertajaya berakhir setelah dikalahkan Ken Arok dari
Tumapel tahun 1222. Pertempuran ini berawal ketika para biksu Buddha Kediri
dikejarkejar Kertajaya karena mereka kecewa terhadap kebijakan Kertajaya yang
mengintimidasi umat Buddha. Para biksu tersebut lalu datang ke Tumapel untuk
meminta perlindungan Ken Arok, penguasa (akuwu) Tumapel. Ken Arok mengabulkan
permintaan mereka. Kertajaya meminta Ken Arok agar menyerahkan para rahib itu,
namun ditolaknya. Terjadilah pertempuran di desa Ganter, Kertajaya berhasil
dibunuh Ken Arok. Dengan meninggalnya Kertajaya, hancurlah Kediri.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Kediri
Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha
membawa perubahan baru dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Struktur sosial dari masa Kutai hingga Majapahit mengalami perkembangan yang
ber-evolusi namun progresif. Dunia perekonomian pun mengalami perkembangan:
dari yang semula sistem barter hingga sistem nilai tukar uang.
Kediri terkenal dengan kehidupan masyarakatnya yang
damai. Menurut berita Cina, masyarakat Kediri hidup berkecukupan. Penduduk
wanitanya memakai kain sarung sampai bawah lutut dan rambutnya terurai. Rumah
mereka bersih dan rapi, lantainya dari ubin berwarna hijau dan kuning. Dalam
upacara perkawinan mereka memakai mas kawin dari emas dan perak.
Masyarakatnya sering mengadakan pesta air (sungai
atau laut) maupun pesta gunung sebagai ungkapan terima kasih kepada para dewa
dan leluhur mereka. Kehidupan perekonomian Kediri berpusat pada bidang pertanian
dan perdagangan. Hasil pertanian masyarakat Kediri umumnya beras. Sementara
barang−barang yang diperdagangkan
antara lain emas, kayu cendana, dan pinang.
Walaupun terletak di pedalaman, jalur perdagangan
dan pelayaran maju pesat melalui Sungai Brantas yang dapat dilayari sampai ke
pedalaman wilayah Kediri dan bermuara di Laut Selatan (Samudera Indonesia).
Masyarakat Kediri juga sudah mempunyai kesadaran tinggi dalam membayar pajak. Mereka
membayar pajak dalam bentuk natura yang
diambil dari sebagian hasil bumi mereka.
0 komentar:
Post a Comment