June 24, 2012


Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan



Pan Islamisme merupakan penjelmaan modern dari ajaran tradisional Islam mengenai persatuan antarumat Islam (al wahdah al-Islamiyyah atau al-ittihad al-Islamiyyah). Ajaran ini menyebutkan bahwa kaum muslim termasuk ke dalam umat Islam universal, di mana pun mereka berada. Persatuan pan- Islamisme mengatasi berbagai perbedaan bahasa, budaya, atau etnis di kalangan muslim.


Penyeru awal gerakan pan-Islamisme adalah Sultan Abdul Hamid II yang menguasai Kesultanan Usmani pada 1876 hingga 1909. Ia berusaha mempersatukan Islam di bawah panji Usmani, namun setelah Usmani runtuh, pan-Islamisme pun redup. Pan Islamisme didengungkan kembali setelah kaum muslim terpecah-belah pada akhir abad ke-19 dan ketika itu sebagian besar negeri muslim berada dalam cengkeraman kolonialismeimperialisme.

Menurut salah seorang penganjurnya, Jamaluddin al-Afgani (1838-1897), keadaan kaum muslim yang tercerai-berai itu merupakan salah satu kelemahan kaum muslim. Berkat peran Jamaluddin al-Afgani dalam kehidupan politik dan keagamaan di banyak wilayah Islam (Turki, Mesir, India, Iran, dan Asia Tengah), pan-Islamisme benar-benar menemukan personifikasi (model atau perumpamaan) dan juru bicara yang kuat. Afgani menyadari bahwa umat muslim secara keseluruhan tengah terancam oleh kolonialisme. Maka dari itu persatuan yang kuat harus digalakkan di kalangan umat.

Gagasan pan-Islamisme juga muncul di Mesir melalui organisasi Ikhwanul Muslimin yang dibentuk oleh Hasan al Banna (1906-1949). Gagasan ini lewat Ikhwanul Muslim meluas hingga ke Suriah, Yordania, Palestina, dan negara-negara Timur- Tengah lainnya. Di Mesir sendiri, gagasan ini ditentang keras ketika Presiden Gamal Abdel Nasser mengembangkan pan- Arabisme dan kemudian sosialisme Arab.


0 komentar:

Post a Comment