June 14, 2012

Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan



Sesungguhnya Inggris dengan EIC-nya, telah menaruh perhatian terhadap kekayaan alam Indonesia sejak abad ke-16. Ini terlihat dari campur-tangannya terhadap konflik Banten dan VOC di Jayakarta (Batavia).

Persaingan antara East India Company (EIC) dengan VOC pada Abad ke-18

Pada paruh kedua abad ke-18, pedagang Inggris mulai melirik Semenanjung Malaka. Antara tahun 1750-1760 EIC (East India Company) menggunakan Kedah (di Malaysia) sebagai batu loncatan ke Kanton di Cina untuk mendapatkan teh, sutra, dan porselin. Pada Februari 1772, atas perintah dari London, Madras Select Committee (MSC) atau Panitia Terpilih Madras mengirim Charles Desvoeux, seorang pegawai EIC, ke Aceh guna menjajaki menjalin hubungan agar lebih mudah dalam mendapatkan produk yang akan dibawa ke Cina.


Pada waktu yang sama, atas dorongan Francis Light, dikirim juga Edward Monckton, rekan dagang George Smith ketika bertugas di Madras, India, ke Kedah untuk menjalin hubungan politik agar kehadiran Belanda dan Denmark ke wilayah itu dapat dicegah.

Dalam suratnya (Januari 1772) kepada Warren Hastings, Gubernur Bengal di India, Light mengungkapkan keuntungan yang dapat diraih Inggris bila tidak membiarkan Kedah jatuh ke VOC. Komoditas yang ada di Kedah antara lain: beras, damar, rotan, lilin, kayu, burung, emas, mutiara, sutra, gading, lada, rempah-rempah, timah, dan candu.

Berbagai usaha Inggris dilakukan dalam menguasai perdagangan di Selat Malaka, didorong oleh maraknya perdagangan teh di Eropa yang dimonopoli VOC. Pedagang Inggris yang mengimpor komoditas teh ini dipandang sebagai penyelundup. Factor lainnya adalah semakin meningkatnya kedatangan pedagang Cina (Sino) ke Malaka sebagai dampak dari pembantaian orang-orang Cina oleh VOC di Batavia pada 1740.

Walaupun belum cukup berpengaruh, namun posisi Inggris di Melayu lebih dominan dibandingkan Belanda, Portugis, Denmark atau lainnya. Ini disebabkan oleh: pertama, teknik maritim, dan kartografi (ilmu membuat peta) Inggris lebih maju (pada 1914 armada dagang Inggris adalah yang terbesar dan terbaik di Eropa dan pada 1789-an Inggris memiliki kapal berukuran 600-800 ton).

Faktor kedua adalah Inggris menguasai wilayah produk tekstil dan candu di India; ketiga, perdagang Inggris menjual senjata yang disertai alih-pengetahuan mengenai pengolahan mesiu dan penggunaannya.

Pada tahun 1780 Inggris nenyatakan perang terhadap Belanda untuk mencegah Belanda ikut dalam League of Armed Neutrality yang digalang Rusia. Pada perang ini Inggris berupaya juga menguasai Kaap de Goede Hoop atau Cape of Good Hope (Tanjung Harapan) namun berhasil dipertahankan VOC berkat bantuan Prancis. Tahun 1781, pesisir Koromandel, Malabar, dan Bengali berhasil diduduki Inggris, disusul pesisir barat Sumatera dan Seilon (Sri Lanka) tahun 1782.

Pada akhir 1784 VOC berhasil memaksa Sultan Mahmud dari Riau-Johor untuk menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa wilayah Sultan merupakan pinjaman-tindakan yang juga dilakukan terhadap Sultan Ibrahim dari Selangor pada Juni 1785. Ini menunjukkan bahwa kekuatan VOC di Malaka telah pulih lagi. Namun, usaha ini justru menyulitkan VOC yang harus berhadapan tidak hanya dengan Inggris, melainkan pula dengan penguasa Melayu dan orang Bugis.

0 komentar:

Post a Comment