April 19, 2013




Versi materi oleh Bondet Wrahatnala


Setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat akan menjadi pengetahuan bagi anggotanya. Suatu pengetahuan ada yang tersusun secara sistematis dan ada yang tidak. Suatu pengetahuan yang tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran, dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain disebut dengan ilmu atau lebih dikenal dengan istilah ilmu pengetahuan.

Menurut Soerjono Soekanto, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran (logika), pengetahuan mana haruslah objektif, artinya selalu dapat diperiksa dan diuji secara kritis oleh orang lain. Jadi, tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu, melainkan hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan teruji kebenarannyalah yang disebut dengan ilmu pengetahuan.


Apakah sosiologi merupakan ilmu pengetahuan? Sejak pertama dicetuskan istilah sosiologi, para pelopor sosiologi beranggapan bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan. Namun apakah hal itu benar? Untuk mengetahuinya, mari kita lihat syarat-syarat sebuah ilmu pengetahuan.

Menurut para ahli, syarat ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut.
1. Kumpulan pengetahuan (knowledge).
2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan pemikiran (logis dan rasional).
4. Terbuka terhadap kritik (objektif).

Apakah syarat-syarat di atas dimiliki oleh sosiologi? Mari kita telaah bersama-sama.

Sosiologi merupakan pengetahuan tentang fenomena masyarakat, seperti interaksi sosial, aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat, pertikaian atau konflik, perubahan sosial, dan sebagainya.

Sosiologi tersusun secara sistematis. Artinya mempunyai sistematika tertentu dengan unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan. Misalnya, pembahasan tentang interaksi social mempunyai kaitan dengan norma sosial karena interaksi social membutuhkan aturan-aturan tertentu. Meskipun demikian, sistematika yang dimaksud dalam pembahasan sosiologi itu bersifat dinamis yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Sosiologi merupakan hasil pemikiran yang biasanya bersumber dari fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat. Pada bagian sejarah perkembangan sosiologi sudah terlihat jelas munculnya sosiologi sebagai hasil dari pemikiran para ahli terhadap situasi dan kondisi masyarakat.

Fenomena masyarakat itu dikaji oleh pikiran, bukan oleh perasaan. Setiap kajian sosiologi, misalnya perubahan sosial, akan dimulai dengan pertanyaan mengapa terjadi perubahan dalam masyarakat? Siapa yang melakukan perubahan? Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan? Dan sejumlah pertanyaan lain yang dijawab dengan menggunakan pikiran.

Pengetahuan sosiologi, sistematika sosiologi, dan pemikiran sosiologi dapat ditelaah oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, sosiologi dikatakan bersifat objektif. Namun apabila terjadi perbedaan pandangan dalam suatu fenomena yang terjadi di masyarakat, hal itu karena adanya perbedaan paradigma atau perbedaan sudut pandang. Dan sosiologi tidak mempermasalahkan adanya perbedaan itu.

Sosiologi telah memenuhi syarat-syarat ilmu seperti dikemukakan di atas. Oleh karena itulah sosiologi dapat disebut sebagai ilmu. Sosiologi sebagai ilmu berdiri sendiri yang objeknya masyarakat.

Sosiologi memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat khusus sebagaimana disebutkan oleh Harry M. Johnson dalam bukunya Sociology A Systematic Introduction (1960) yang menjelaskan:

1. Sosiologi bersifat empiris, 
artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi (pengamatan) terhadap keyakinan dan akal sehat, serta hasilnya tidak bersifat spekulatif, melainkan objektif.

2. Sosiologi bersifat teoretis, 
artinya ilmu pengetahuan itu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan antarhubungan dan sebab akibat, sehingga menjadi teori.

3. Sosiologi bersifat kumulatif,
artinya teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori-teori yang sudah ada. Jadi sosiologi memperbaiki, memperluas, dan memperhalus teori-teori yang sudah ada itu.

4. Sosiologi bersifat nonetis, 
artinya yang menjadi inti persoalan dalam sosiologi bukanlah baik buruknya suatu fakta, melainkan tujuan yang hendak dicapai dengan menjelaskan fakta tersebut.


0 komentar:

Post a Comment