August 23, 2016

Kebijakan Kebijakan Pemerintah Kolonial Di Indonesia - Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia, pada awalnya untuk mencari sumber rempah-rempah, kemudian dibeli untuk dijual di pasar Eropa dengan keuntungan yang tinggi. Namun tujuan mereka berkembang, mereka tidak hanya mencari sumber rempah-rempah, tetapi juga ingin melaksanakan monopoli perdagangan, bahkan ingin menanamkan kekuasaannya di Indonesia. Maka terbentuklah kekuasaan kolonial di Indonesia.

Kolonial berasal dari nama seorang petani Romawi yang bernama Colonus. Ia pergi jauh untuk mencari tanah yang belum dikerjakan. Lama-lama makin banyak orang yang mengikutinya dan mereka bersama-sama menetap di sebuah tempat yang disebut Colonia. Dalam lembar sejarah banyak kita temukan rombongan orang yang meninggalkan tanah airnya untuk mencari daerah baru, misalnya dari Inggris ke Amerika utara, dari Cina ke Asia Tenggara, dari kawasan Nusantara ke Madagaskar, dan sebagainya

Pada abad ke-16 dan 17, berturut-turut kekuasaan kolonial Barat telah datang ke Indonesia dengan tujuan mencari laba sebesar-besarnya. Untuk itu pemerintah kolonial telah merusak ekonomi rakyat. Di mana-mana mereka memaksakan monopoli di bidang perdagangan. Mereka juga menjalankan kebijakan-kebijakan ekonomi yang pada umumnya sangat merugikan rakyat Indonesia, sehingga menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan yang luar biasa. Kebijakan-kebijakan itu, antara lain sebagai berikut.



Sistem Penyerahan Wajib oleh VOC
Dengan hak-hak istimewa yang dimiliki oleh VOC, maka kongsi dagang yang sering disebut Kompeni ini berkembang dengan cepat. Kedudukan Portugis mulai terdesak, dan bendera Kompeni mulai berkibar. Kompeni mengikat raja-raja kita dengan berbagai perjanjian yang merugikan. Makin lama Kompeni makin berubah menjadi kekuatan yang tidak hanya berdagang, tetapi ikut mengendalikan pemerintahan di Indonesia. Kompeni mempunyai pegawai dan anggota tentara yang semakin banyak. Daerah kekuasaannya pun semakin luas. Kompeni membutuhkan biaya besar untuk memelihara pegawai dan tentaranya. Biaya itu diambil dari penduduk. Pada zaman Kompeni penduduk kerajaan-kerajaan diharuskan menyerahkan hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah-rempah, kayu jati dan lain sebagainya kepada VOC. Hasil bumi itu harus dikumpulkan pada kepala desa dan untuk setiap desa ditetapkan jatah tertentu.

Kepala desa menyerahkannya kepada bupati untuk disampaikan kepada Kompeni. Tentu saja Kompeni tidak mendapatkannya dengan gratis, tetapi juga memberi imbalan berupa harga hasil bumi itu. Tetapi harga itu ditetapkan oleh Kompeni, dan tidak ada tawar-menawar terlebih dahulu. Lagi pula, uang harga pembelian itu tidak untuk sampai ke tangan petani di desa-desa. Biasanya uang itu sudah dipotong oleh pegawaipegawai VOC maupun oleh kepala-kepala daerah pribumi.



Sistem Kerja Wajib (Kerja Rodi)
Setelah lebih kurang 200 tahun berkuasa, akhirnya VOC (Kompeni) mengalami kemunduran dan kebangkrutan. Hal ini disebabkan banyak biaya perang yang dikeluarkan untuk mengatasi perlawanan penduduk, terjadinya korupsi di antara pegawai-pegawainya, dan timbulnya persaingan dengan kongsi-kongsi dagang yang lain. Faktorfaktor itulah, akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799, secara resmi VOC dibubarkan. Kekuasaan VOC kemudian diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi koloni Belanda di Indonesia.



Sistem Sewa Tanah (Lande Lijk Stelsel)
Dengan adanya Kapitulasi Tuntang, maka Indonesia jatuh ke tangan Inggris. Inggris mengirimkan Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia. Zaman pendudukan Inggris ini hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu antara tahun 1811 dan 1816, akan tetapi selama waktu ini telah diletakkan dasar-dasar kebijaksanaan ekonomi yang sangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan dari pemerintah kolonial Inggris.



Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)
Kalian masih iingat, mengapa sistem penyerahan wajib dan sistem sewa tanah tidak berhasil diterapkan di Indonesia? Kemudian kebijakan apa yang akan diterapkan oleh pemerintah kolonial di Indonesia? Supaya lebih jelas baca materi berikut ini! Pada tahun 1830 terjadi perubahan. Ketika itu negeri Belanda sangat payah keuangannya karena harus membiayai perang Diponegoro dan usaha mencegah Belgia memisahkan diri. Johannes Van den Bosch, yang kemudian menjadi gubernur jenderal mengajukan rencana untuk dapat meningkatkan produksi tanaman ekspor di Indonesia. Hasilnya dijamin akan dapat menolong keuangan negeri Belanda. Sistem ini dinamakan Cultuur Stelsel yang oleh bangsa Indonesia dinamakan Tanam Paksa.



Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Di negeri Belanda antara tahun 1850-1860 sering terjadi perdebatan tentang untung-ruginya dan baik buruknya tanam paksa. Golongan yang menyetujui tanam paksa terdiri dari pegawai-pegawai pemerintah dan pemegang saham perusahaan Nederlandsche Handel Maatschappy (NHM). Perusahaan NHM ini selama berlakunya tanam paksa mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil tanam paksa dari Indonesia ke Eropa.

Pelaksanaan politik kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang
agraria dan undang-undang gula.

a. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) 1870
Undang-undang ini merupakan sendi dari peraturan hukum agraria kolonial di Indonesia yang berlangsung dari 1870 sampai 1960.
b. Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa tebu tidak boleh diangkut ke luar Indonesia, tetapi harus diproses di dalam negeri.



Pelaksanaan politik pintu terbuka, tidak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tetap buruk nasibnya. Banyak di antara penduduk yang bekerja di perkebunan-perkebunan swasta dan pabrik-pabrik dengan perjanjian kontrak kerja. Mereka terikat kontrak yang sangat merugikan. Mereka harus bekerja keras tetapi tidak setimpal upahnya dan tidak terjamin makan dan kesehatannya. Nasib rakyat sungguh sangat sengsara dan miskin. 


0 komentar:

Post a Comment