June 18, 2012

12:00 PM

Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan




Keuntungan yang diperoleh bangsa Belanda dari hasil mengeruk kekayaan alam bangsa Indonesia digunakan untuk membangun bangsa Belanda hingga bisa mencapai kemakmuran dalam segala hal. Sebaliknya bangsa Indonesia mengalami kesengsaraan, kemiskinan, dan kemelararatan yang amat sangat. Bangsa Indonesia terjebak dalam lingkaran kebodohan, kemiskinan dan ketrebelakangan karena tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Akibatnya hanya sedikit penduduk Indonesia yang sadar akan peranannya sebagai sebuah bangsa tersendiri.


Kesengsaraan rakyat pribumi banyak diketahui oleh orangorang Belanda yang moderat. Salah satu di antara tokoh moderat tersebut adalah Baron Van Houvel yang bergerak dalam parlemen Belanda. Houvel menyerukan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib kaum pribumi. Selain itu, tokoh lain yang memperjuangkan kepentingan pribumi adalah Van Deventer, seorang Belanda yang mempunyai perhatian yang besar terhadap negeri jajahan.

Dia menulis dalam sebuah majalah Belanda De Gids, dengan judul “Een Ereschuld” (Utang Budi), yang di dalmnya mengkritik pemerintah Belanda yang telah memperoleh berjuta-juta goulden dari keuntungan yang dihasilkan dari menjajah Indonesia, sehingga ia menyerukan agar dilakukan sedikit perhatian khusus guna memajukan negeri jajahan.

Ia lalu mengeluarkan gagasan tentang proses memajukan negeri jajahan itu yang terdiri dari tiga poin utama yang sering disebut Trias Politika Van Deventer, yaitu:
(a) irigasi, yaitu melakukan perbaikan dan pengembangan dalam bidang pengairan;
(b) emigrasi, yaitu proses perbaikan dalam hal kependudukan;
(c) edukasi, yaitu perbaikan dan pengembangan dalam bidang pendidikan.

Faktor paling berpengaruh bagi perkembangan bangsa Indonesia dari ketiga gagasan tersebut adalah dalam bidang pendidikan (edukasi). Melalui pendidikan bangsa Indonesia mulai mengalami perkembangan pemikiran sebagai pondasi bagi lahirnya ide tentang nasionalisme. Pemikiran tentang nasionalisme nantinya merupakan landasan untuk mengantarkan Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan.

Sebelum abad ke-20, masalah pendidikan sudah mulai dikembangkan seperti yang dilakukan oleh Menteri Tanah Jajahan Belanda, Frans Van de Putte yang memperkenalkan system pendidikan Barat sekitar tahun 1884. Tujuan pengembangan ini adalah untuk menghasilkan tenaga administrasi Belanda yang terampil, terdidik, dan murah.

Namun semenjak diberlakukannya Politik Etis yang digagas oleh Van Deventer pemerintah Belanda lebih terdorong untuk mendirikan sekolah-sekolah secara berjenjang. Selain karena tuntutan Van Deventer, hal ini juga bertujuan untuk mengarahkan pendidikan bagi masyarakat Indonesia agar terbebas dari kebodohan sehingga mampu menyediakan tenaga ahli dan terdidik dalam segala bidang. Perkembangan sekolah yang ada di Indonesia pada awalnya tentu tidak sebaik dan sebebas seperti sekarang. Banyak perbedaan yang sangat mendasar antara sekolah jaman Belanda dengan sekolah jaman sekarang.

Walaupun demikian, sekolah yang pertama kali didirikan di Indonesia, jenjangnya hampir sama dengan sekolah yang ada pada saat ini, di antaranya adalah:

(a) ELS (Europese Lagere School)
khusus untuk anak-anak Eropa dan HIS (Holands Inlandse School) untuk anak-anak pribumi priyayi. Adapula sekolah dasar bagi pribumi yang dibedakan antara sekolah kelas satu untuk golongan bangsawan dan kelas dua untuk golongan rakyat biasa.

(b) MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijk)
yang dilanjutkan ke AMS (Algemeene Middelbare School), yang lainnya ada HBS (Hogere Burger School) dan KS (Kweek School) atau sekolah keguruan, merupakan sekolah setingkat SMP dan SMA.

(c) OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren),
merupakan sekolah bagi para calon pegawai negeri, STOVIA (School Toot Opleiding van Indische Artsen) untuk sekolah kedokteran, THS (Technische Hogere School) sebagai sekolah tinggi tehnik yang sekarang bernama ITB (Institut Teknologi Bandung); merupakan sekolah setingkat perguruan tinggi.

Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah-sekolah ini telah memunculkan sekelompok intelektual muda berbakat yang sangat berpengaruh. Dalam sejarah Indonesia selanjutnya mereka adalah orang-orang yang menjadi pelopor pencerahan bagi seluruh rakyat Indonesia supaya timbulnya perasaan persatuan dan nasionalisme (kebangsaan) sehingga mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan walaupun dari sana masih perlu menempuh waktu yang relatif panjang.


0 komentar:

Post a Comment