September 25, 2013


Versi materi oleh Marwan S


Kata folklor berasal dari bahasa Inggris folklore, yang merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Beberapa pengertian folklor dari tokoh:

1. Alan Dundes

Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

2. Leach dan Jerome

Dalam bukunya berjudul Dictionary of Folklore Mythology and Legend, yaitu:
a. Folklor mencakup kreasi tradisional masyarakat primitif (sederhana) maupun beradab.
b. Folklor adalah ilmu tentang kepercayaan tradisional, cerita-cerita takhyul yang semuanya berkaitan dengan hal-hal yang supranatural.

3. Danandjaja

Folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Secara keseluruhan folklor dapat didefinisikan yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu. Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun.

Folklor sebagai bagian dari kebudayaan suatu kolektif, tentunya memiliki cirri ciri tersendiri yang merupakan identitas pembeda dengan kebudayaan yang lain. Ciri-ciri pengenal folklor telah banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Brunvand dan Carvalho-Neto, ciri-ciri pengenal yang dikemukakan mereka kemudian dirumuskan oleh Danandjaja (2002), yaitu:

a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan,
yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.

b. Folklor bersifat tradisional, 
yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang bebeda.
Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi, folklor dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

d. Folklor bersifat anonim, 
yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.

e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. 
Cerita rakyat, misalnya, selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas” untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis dan “seperti ular berbelit-belit” untuk menggambarkan kemarahan seseorang, atau ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutupan yang baku, seperti kata “sahibul hikayat … dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya,” atau “Menurut empunya cerita … demikianlah konon” atau dalam dongeng Jawa banyak dimulai dengan kalimat Anuju sawijining dina (pada suatu hari), dan ditutup dengan kalimat : A lan B urip rukun bebarengan kayo mimi lan mintuna (A dan B hidup rukun bagaikan mimi jantan dan mimi betina).

f. Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. 
Cerita rakyat, misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

g. Folklor bersifat pralogis, 
yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan sebagai.

h. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.
Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.

i. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.
Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya



Menurut Jan Harold Brunvand dalam Danandjaja (2002) seorang ahli folklore AS, folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folkor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). 



Selanjutnya pengelompokan ini diuraikan oleh Danandjaja (2002), seperti yang terlihat pada table berikut ini:

Folklor lisan

Folklor lisan bentuknya murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklore yang termasuk pada kelompok ini antara lain : (1) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan; (2) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pomeo; (3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (4) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (5) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan (6) nyanyian rakyat. (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat.


Folklor sebagian lisan

Folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsure bukan lisan. Kepercayaan rakyat misalnya, yang oleh orang “modern” seringkali disebut takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat untuk melindungi diri atau dapat membawa rezeki, seperti batu-batu permata tertentu. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat, adalah permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.


Folklor bukan lisan

Folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Bentukbentuk folklor yang tergolong yang material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat


Dalam kehidupan masyarakat, folklor memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidik anak, dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Seorang guru besar ilmu folklor di Universitas Kalifornia Berkeley dalam Danandjaja (2002) mengemukakan bahwa fungsi folklor itu ada empat, yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device); (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

0 komentar:

Post a Comment